Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun
baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama
setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan
untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan
sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar
dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskkitariyah, yang
menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi
matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.
Satu
tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari
dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM
dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat
tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis
bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama
sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan
Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan
Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus,
menjadi bulan Agustus.
Perayaan Tahun Baru
Perayaan Tahun Baru
Saat
ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci
umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi
sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua
warga Dunia.
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Asal Mula Perayaan Tahun Baru Masehi
Tahun Masehi sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Kristen. Masehi adalah nama lain dari Isa Al Masih. Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005, orang yang pertama membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada 45 SM, jika menggunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus. Namun dalam perkembangannya, ada seorang pendeta Kristen bernama Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar untuk diadobsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itulah sebabnya penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Kemudian Pope (Paus) Gregory III memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh Eropa, bahkan kini seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender Masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakina Kristen:”The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date”. Demikian keterangan dalam Encarta Reference Library Premiun 2005. Di jaman Romawi, pesta ulang tahun baru adalah untuk menghormati Dewa janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa pada abad permulaan Masehi. Seiring muncul dan berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai suatu perayaan “suci” satu paket dengan hari Natal. Itulah mengapa ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu (Merry Christmas and Happy New Year).
Perayaan Tahun Baru Zaman Dulu
Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Yunani, buah delima yang menurut orang yunani melambangkan kesuburan dan kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan took took sebagai simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun. Italia, disalah satu kotanya, tepatnya Naples, pada pukul 00 tepat pada malam pergantian tahun, masyarakat disana akan membuang barang barang yang sudah usang dan tidak terpakai di jalanan. Spanyol, masyarakat spanyol tepat pada malam pergantian tahun akan memakan anggur sebanyak 12 biji, jumlah yang hanya 12 melambangkan harapan selama 12 bulan kedepan. Jepang, di jepang, masyarakat disana merayakan tahun barunya dengan memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan. Korea, pada malam pergantian tahun masyarakat disana menikmati kaldu daging sapi yang dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa disebut thuck gook.
Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Perayaan tahun baru Masehi biasanya dirayakan sangat meriah bahkan ada yang sengaja melupakan sejenak persoalan hidup yang berat untuk sekedar merayakan pergantian tahun: old and new. Tradisi yang dilakukan selalu rutin: meniup terompet dan menyalakan kembang api pada saat detik jarum jam tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka “00.00”.
sumber: UIN-Community
Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.
Asal Mula Perayaan Tahun Baru Masehi
Tahun Masehi sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Kristen. Masehi adalah nama lain dari Isa Al Masih. Menurut catatan Encarta Reference Library Premium 2005, orang yang pertama membuat penanggalan kalender Masehi adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada 45 SM, jika menggunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus. Namun dalam perkembangannya, ada seorang pendeta Kristen bernama Dionisius yang kemudian memanfaatkan penemuan kalender Julius Caesar untuk diadobsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itulah sebabnya penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Kemudian Pope (Paus) Gregory III memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh Eropa, bahkan kini seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender Masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakina Kristen:”The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date”. Demikian keterangan dalam Encarta Reference Library Premiun 2005. Di jaman Romawi, pesta ulang tahun baru adalah untuk menghormati Dewa janus (Dewa yang digambarkan bermuka dua). Kemudian perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa pada abad permulaan Masehi. Seiring muncul dan berkembangnya agama Kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai suatu perayaan “suci” satu paket dengan hari Natal. Itulah mengapa ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu (Merry Christmas and Happy New Year).
Perayaan Tahun Baru Zaman Dulu
Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Yunani, buah delima yang menurut orang yunani melambangkan kesuburan dan kesuksesan ditebarkan di pintu rumah, kantor dan took took sebagai simbol doa untuk mendapatkan kemakmuran sepanjang tahun. Italia, disalah satu kotanya, tepatnya Naples, pada pukul 00 tepat pada malam pergantian tahun, masyarakat disana akan membuang barang barang yang sudah usang dan tidak terpakai di jalanan. Spanyol, masyarakat spanyol tepat pada malam pergantian tahun akan memakan anggur sebanyak 12 biji, jumlah yang hanya 12 melambangkan harapan selama 12 bulan kedepan. Jepang, di jepang, masyarakat disana merayakan tahun barunya dengan memakan 3 jenis makanan sebagai simbol yaitu telur ikan melambangkan kemakmuran, ikan sarden asap melambangkan kesuburan tanah dan manisan dari tumbuhan laut yang melambangkan perayaan. Korea, pada malam pergantian tahun masyarakat disana menikmati kaldu daging sapi yang dicampur dengan potongan telur dadar dan kerupuk nasi atau yang biasa disebut thuck gook.
Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba football Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara lain, termasuk Indonesia? Sama saja!
Perayaan tahun baru Masehi biasanya dirayakan sangat meriah bahkan ada yang sengaja melupakan sejenak persoalan hidup yang berat untuk sekedar merayakan pergantian tahun: old and new. Tradisi yang dilakukan selalu rutin: meniup terompet dan menyalakan kembang api pada saat detik jarum jam tepat di angka 12 atau pada jam digital menunjukkan kombinasi angka “00.00”.
sumber: UIN-Community
Sejarah Budaya Terompet
Budaya
meniup terompet bermula saat perang Salib. Ketika itu telah terjadi
peperangan besar, para Kristiani dari berbagai daerah kerajaan dari
Eropa maupun Asia bekerjasama melawan kaum muslimin. Hal ini
mengakibatkan kaum muslimin mengalami kekalahan dan kaum Kristiani pun
merayakan kemenangan mereka dengan peniupan terompet oleh panglima besar
Kristen.
Adapun
terompet menurut ajaran Islam telah disampaikan Nabi Muhammad SAW bahwa
terompet adalah kebudayaan Yahudi sebagaimana dalam hadits riwayat Abu
Daud berikut:
عَنْ
أَبِى عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنَ الأَنْصَارِ قَالَ
اهْتَمَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِلصَّلاَةِ كَيْفَ يَجْمَعُ
النَّاسَ لَهَا
فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلاَةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ
قَالَ
فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ – يَعْنِى الشَّبُّورَ – وَقَالَ زِيَادٌ
شَبُّورَ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ « هُوَ مِنْ أَمْرِ
الْيَهُودِ ».
قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ « هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى ».
فَانْصَرَفَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ وَهُوَ مُهْتَمٌّ لِهَمِّ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأُرِىَ الأَذَانَ فِى مَنَامِهِ –
قَالَ – فَغَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ
فَقَالَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى لَبَيْنَ نَائِمٍ وَيَقْظَانَ
إِذْ أَتَانِى آتٍ فَأَرَانِى الأَذَانَ. قَالَ وَكَانَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – قَدْ رَآهُ قَبْلَ ذَلِكَ فَكَتَمَهُ
عِشْرِينَ يَوْمًا – قَالَ – ثُمَّ أَخْبَرَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه
وسلم- فَقَالَ لَهُ « مَا مَنَعَكَ أَنْ تُخْبِرَنِى ». فَقَالَ سَبَقَنِى
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَاسْتَحْيَيْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « يَا بِلاَلُ قُمْ فَانْظُرْ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَافْعَلْهُ ». قَالَ فَأَذَّنَ بِلاَلٌ. قَالَ أَبُو
بِشْرٍ فَأَخْبَرَنِى أَبُو عُمَيْرٍ أَنَّ الأَنْصَارَ تَزْعُمُ أَنَّ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ لَوْلاَ أَنَّهُ كَانَ يَوْمَئِذٍ مَرِيضًا
لَجَعَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مُؤَذِّنًا.
Artinya:
Dari Abi Umair bin Anas dari ‘Umumah, baginyalah orang Anshar, ia berkata: “Nabi SAW bersusah hati karena shalat bagaimanakah ia mengumpulkan manusia untuk shalat”.
Lalu dikatakan kepadanya: “Tegakkan bendera, sehingga apabila mereka (kaum muslim) melihatnya maka sebagian mereka memberitahukan sebagian yang lain”. Maka ia (Nabi SAW) tidak mengagumkan (tidak merespon) pada yang demikian itu.
Ia berkata, lalu disebutkan padanya Al-Qun’u yaitu Asy-Syabuuru (alat yang ditiup; terompet) dan Ziyad berkata: Teropetnya yahudi, maka ia (Nabi SAW) pun tidak merespon pada yang demikian itu.
Lalu ia berkata: lalu disebutkan An-Naquus (lonceng) kepadanya lalu Nabi SAW bersabda: “dia termasuk perkaranya orang Nasrani”
lalu Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi dan ia termasuk orang yang dipedulikan
karena kesusahan hati Rasulullah SAW akan yang demikian itu lalu
diperlihatkanlah (diperdengarkanlah) adzan pada tidurnya –ia berkata-
lalu ia pergi pada pagi hari kepada Rasulullah SAW lalu mengabarkan
kepadanya lalu ia berkata kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah
SAW, sesungguhnya aku termasuk diantara orang yang tidur dan (seseorang)
menyampaikan maksudnya ketika orang yang datang mendatangiku lalu
memperlihatkan kepadaku akan adzan” ia berkata: “Dan Umar bin
Khaththab ra. sungguh telah memperlihatkan akan yang demikian itu
sebelumnya tapi ia menyembunyikan (hal tersebut) selama 20 hari”. Ia berkata: “kemudian ia mengabarkan kepada Nabi SAW” lalu Nabi SAW bersabda: “apa yang menghalangimu untuk mengabarkan kepadaku?” lalu ia menjawab: “Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, sehingga aku merasa malu” lalu Rasulullah SAW bersabda: “Wahai
Bilal, bangkitlah lalu perhatikanlah apa yang akan diperintahkan oleh
Abdullah bin Zaid dengannya maka kerjakanlah olehmu akannya” ia
berkata: “lalu, Bilal adzan”. Abu Bisyrin berkata: “lalu Abu ‘Umair
telah telah mengabarkan kepadaku bahwasannya orang Anshar mengira bahwa
Abdullah bin Zaid itu seandainya ia pada hari itu tidak sakit maka Nabi
SAW akan menjadikannya sebagai mu’adzin”.
Menurut Al-Bani, hadits ini adalah hadits hasan yang dapat dijadikan hujjah.
Terompet
di Indonesia digunakan dalam budaya perayaan tahun baru Masehi, yaitu
pada malam 31 Desember menjelang tanggal 1 Januari masyarakat
membunyikannya dengan berkeliling kota menggunakan mobil dan sepeda
motor. Terompet menjadi salah satu alat musik yang selalu terdengar di
jalan-jalan dan tempat hiburan, hal ini telah menjadi budaya di
kota-kota besar dalam menyambut datangnya tahun baru Masehi.
Analisis Budaya Meniup Terompet dalam Perayaan Tahun Baru Masehi Berdasarkan Nalar Bayani, Ta’lili dan Istishlahi
Budaya
terompet dalam perayaan tahun baru Masehi merupakan budaya masa kini
yang belum ada pada zaman Nabi SAW 14 abad silam, namun hukum Islam
bersifat syumul (menyeluruh) pada setiap permasalahan yang
muncul di dunia ini baik masa lampau, sekarang maupun masa yang akan
datang. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan menganalisis
pandangan hukum Islam terhadap budaya terompet dalam perayaan tahun baru
masehi berdasarkan nalar bayani, ta’lili dan istishlahi.
Hukum asal meniup terompet adalah mubah sebagaimana kaedah fiqh yang berbunyi:
الأصل فى الأشياء الإباحة إلا يدل الدليل على التحريم
Kebolehan
meniup terompet bersifat sangat global sehingga dibatasi “kecuali jika
ada dalil yang mengharamkan”. Sesungguhnya budaya meniup terompet pernah
terjadi pada zaman Nabi SAW sebagaimana yang telah diterangkan
sebelumnya, bahwa terompet adalah sarana untuk menyeru kaum Yahudi agar
berkumpul dalam ibadah sebagaimana nukilan hadits berikut:
قَالَ
فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ – يَعْنِى الشَّبُّورَ – وَقَالَ زِيَادٌ
شَبُّورَ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ « هُوَ مِنْ أَمْرِ
الْيَهُودِ ».
Dari hadits tersebut, kata فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَmenunjukkan
bahwa Nabi SAW tidak merespon usulan sahabat dalam menyeru umat muslim
untuk memenuhi shalat dengan meniup terompet, karena tiupan terompet
merupakan perkaranya kaum Yahudi. Dan umat muslim dilarang untuk tasyabbuh (mengikuti) orang kafir dalam hal aqidah dan ibadah.
‘Illat
pelarangan meniup terompet pada masa Nabi SAW adalah karena terompet
adalah alat yang dijadikan sebagai sarana untuk memanggil kaum Yahudi
dalam beribadah. Seiring berjalannya waktu, budaya membunyikan terompet
tidak hanya dilakukan untuk memanggil kaum Yahudi dalam beribadah saja
namun juga untuk bermain musik dan merayakan parayaan tahun baru
Masehi. Oleh karena itu, maka pelarangan meniup terompet tidaklah
mutlak, karena hukum itu tergantung ‘illat yang menyertainya sebagaimana
kaedah fiqhiyyah yang berbunyi:
الحكم يدور مع علته
Bahkan
meniup terompet dapat dibolehkan, karena suatu amalan itu dilakukan
tergantung dengan maksud (tujuannya). Sebagaimana kaedah fiqhiyyah yang
berbunyi:
الأمور بمقاصدها
Permasalahan
yang menjadi pokok bahasan penulis dalam masalah ini adalah budaya
meniup terompet untuk perayaan tahun baru. Jika meniup terompet saja
tanpa ada maksud ibadah maka diperbolehkan akan tetapi jika dengan
maksud merayakan tahun baru masehi maka hendaknya dapat dipertimbangkan
beberapa hal mengenai perayaan tahun baru masehi. Perayaan tahun baru
Masehi sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya merupakan suatu
budaya yang masih terkait dengan ritual umat Nasrani, karena tahun
Masehi dihitung berdasarkan tahun kelahiran tuhan mereka yaitu Yesus.
Nabi SAW telah menjelaskan bahwa orang yang menyerupai suatu kaum maka
ia termasuk dalam kaum tersebut, sebagaimana hadits riwayat Abu Daud
berikut :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ ».
Artinya:
Dari Ibnu Umar ra. berkata: Rasulullah SAW bersabda : “barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk diantara mereka”
Menurut Albani, hadits ini hasan shahih sehingga dapat dijadikan hujjah.
Perayaan
tahun baru Masehi juga identik dengan hal-hal yang tidak berguna dan
sia-sia. Perayaan tahun baru Masehi di Indonesia pada khususnya
dilakukan pada tengah malam pergantian hari tanggal 31 Desember dan 1
Januari. Hal ini sia-sia karena Nabi SAW telah memerintahkan kepada
umatnya untuk senantiasa mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat
sebagaimana ciri kaum mukmin yang disebutkan dalam surat al-Mukminun: 3
berikut:
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Artinya:
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perkataan dan perbuatan) yang tiada berguna”
Hal
yang tidak berguna yang dilakukan pada malam tahun baru diantaranya
dengan meniup terompet ketika masyarakat lain yang tidak merayakan
sedang beristirahat. Jika seorang mukmin melakukan hal demikian, maka ia
telah melanggar syari’at Islam karena selain ia melakukan hal yang
sia-sia, ia juga mendzalimi orang lain yang sedang beristirahat. Dan
kedzaliman seharusnya dihilangkan sebagaimana kaedah fiqih yang
berbunyi:
الضرر يزال
Pada
akhirnya, menurut hemat penulis dapat dikatakan bahwa meniup terompet
itu diperbolehkan namun jika meniup terompet pada perayaan tahun baru
yang menyebabkan sesuatu yang diharamkan oleh syari’at Islam maka meniup
terompet juga dapat menjadi sesuatu yang haram.
10 KERUSAKAN DALAM PERAYAAN TAHUN BARU
Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu
diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul
Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang
Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap
tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian
memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri
dan Idul Adha”.”
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah
menjelaskan bahwa perayaan tahun baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari
raya) yang tidak disyariatkan karena hari raya kaum muslimin hanya ada
dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Menentukan suatu hari menjadi
perayaan (‘ied) adalah bagian dari syari’at (sehingga butuh dalil).
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam
sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang
Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik
dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian
ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian
pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model
pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah
telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula
perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita
sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir
dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang
jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam
pergantian tahun.
“Daripada
waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan
dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu
pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian
orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan
suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah
bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus
disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian
tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana
nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada
menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat (bermain
petasan dan lainnya), mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat
kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan
perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir,
namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Komisi
Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh
mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat
tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada
perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak
masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa
banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu
detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan
lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan
orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah
sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan
shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya,
mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi
tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah
bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara
sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa
besar.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”
Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang
tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin
melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat
shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul
orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah
kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur
lelap?!" Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur
baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan
mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan
kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang
berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang
terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan
muda-mudi.
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan
tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet
atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran
karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang
yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu
muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”
Ibnu
Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan
agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan,
tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri
mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun
itu hanya menyakiti seekor semut”.” Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri.
Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan
manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau
mungkin lebih dari itu?!
Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan
malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu
malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam
tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang
memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10
juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang
dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang
menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan
tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita
butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
Seharusnya
seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia
berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru.
Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan
ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah
hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat
waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada
kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah mengatakan,
“Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa
menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan
umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.” Wallahu walliyut taufiq.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar