Sejarah
Perekonomian Indonesia Masa Orde Baru
Perlu
diketahui bahwa masa orde baru juga biasa di sebut awal mula munculnya masa
demokrasi pancasila. Di mana masa orde baru ini pemerintahan berada di tangan suharto
yang mana kala itu menjadi sebagai seorang presiden.
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan
yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan
pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga
mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah
jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara.
Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung
oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut
dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi
Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan
ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi
berarti mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah terwujudnya masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Nah,
Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang
terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika
Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat
tinggi, 650% setahun,” dalam artian kepemimpinan suharto di awal
pemerintahannya dihadapkan pada kondisi perekonomian negara indonesia dalam
kondisi yang sangat terpuruk.
Adapun
langkah pertama suharto yang bisa dikatakan berhasil kala ia memimpin adalah
mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15% dalam waktu hanya dua
tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Suharto membuat kebijakan yang
berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno, pendahulunya. Hal itu dilakukan dengan
menertibkan anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi
pasar, dan memperhatikan ekonomi pasar serta merangkul negara-negara barat
untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan
pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki
sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
a) Rendahnya
penerimaan Negara
b) Tinggi dan
tidak efisiennya pengeluaran Negara
c) Terlalu
banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d) Terlalu
banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang
sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan
tersebut maka ditempuh cara:
1) Mengadakan
operasi pajak
2) Cara
pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung
pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
Selain itu, perlu diketahui bahwa Suharto menerapkan
cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia kala itu,
yaitu dengan mencanangkan sasaran yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola
Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik
lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun) yang dengan
melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh
pinjaman dari negara-negara Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank
Dunia. Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya.
Banyak kalangan yang berpandangan bahwa Orde Reformasi
dimulai pada saat jatuhnya Soeharto, 21 Mei 1998. Jika patokan ini diikuti,
maka dalam tempo hanya sekitar tiga tahun Indonesia telah dipimpin oleh tiga
pemerintahan, yaitu Pemerintahan Habibie (dengan Presiden Prof. Dr. Ir. B.J.
Habibie) yang menggantikan Soeharto (Mei 1998), lalu terpilihnya K.H
Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai presiden RI 1999-2004, dibulan Oktober 1999,
namun kemudian ia digantikan oleh Megawati Soekarno Putri pada Agustus 2001.
Dan sejak 2004 Presiden RI adalah Susilo Bambang Yudhoyono.
- Bapak
B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
- Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
- Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a) Meminta penundaan pembayaran utang
sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
b) Kebijakan privatisasi BUMN.
Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan
tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik
dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi,
karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud
mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar
hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena
pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi
sangat berkurang.
Masa kepemimpinan SBY terdapat
kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu:
a) Mengurangi subsidi BBM atau dengan
kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya
harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b) Kebijakan kontroversial pertama itu
menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT)
bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c) Mengandalkan pembangunan
infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu,
yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d) Lembaga kenegaraan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas
para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY
menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas
orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan
koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari
semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini
perekonomian Negara tidak stabil.
e) Program konversi bahan bakar minyak
ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis
dan harga di pasaran tinggi.
f) Kebijakan impor beras, tetapi
kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok
atau turun drastic
g) Pada tahun 2006 Indonesia melunasi
seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan
sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar